Rabu, 16 Juli 2008

Indonesia Menangis (Bagian Dua)

Oleh Ahmadi Addy Saputra

Bicara kemiskinan di negeri tercinta ini seperti “menggunjing” saudara kita sendiri. Bagaimana tidak hal itu terjadi di negara yang konon katanya kaya raya, “gemah ripah loh jinawe, tata tentrem kerta raharja”. Menjadi menjadi miskin adalah aib. Bahkan bisa dikatakan sebuah “fitnah”. Saya tidak ingin mencoba beromantisme tentang Indonesia masa silam. Jaman kejayaan kerajaan-kerajaan nusantara dengan segala kekayaan alamya, yang tercium sampai ke daratan Eropa yang akhirnya melahirkan penjajahan.
Faktanya sekarang kita masuk jajaran negara miskin di dunia. Bagaimana bisa sebuah negara yang panjang wilayahnya setara dengan bentangan pantai barat hingga pantai timur Amerika Serikat, 70 % (tujuh puluh persen) keaneka ragaman hayati dunia tinggal di negeri ini, sumber daya manusia yang berlimpah (peringkat empat dunia) dikatakan miskin. Jawabannya adalah sebuah ironi..
Apa yang berbeda? Sungguh menyakitkan jika kita mengetahui bahwa kita tak mampu mengolah begitu melimpahnya sumber daya alam dan manusia kita, sebuah kebodohan penyebabnya. Lebih menyakitkan begitu banyak asset kita yang telah berpindah tangan ke orang asing. Hampir lima puluh persen perbankan kita yang menjadi “lokomotif “ perekonomian bangsa ini, setidaknya menurut pembuat kebijakan bangsa ini sekarang telah menjadi milik asing, beberapa BUMN strategis telah dijual dan “saudara-saudaranya” telah masuk daftar jual, sebuah ketamakan jawabannya.
Seolah bangsa ini tidak menyadari bahwa kita berdiri diatas “gunung emas” atau kita terlalu malas untuk sekedar menyadarinya apalagi mengelolanya. Ini bukan perkara baru, tapi ironinya tak ada “kebangkitan” bangsa ini dari “keterpurukan”, tak ada rasa malu atas keterbelakangan dan menikmati betul “inferioritas” kita terhadap bangsa lain. “Bangsa budak, budak diantara bangsa”, suatu ketika Bung Karno berujar.
Perut bumi kita disedot terus menerus oleh “mesin-mesin asing” yang akhirnya menyebabkan kerusakan permanen pada lingkungan, Indonesia menangis untuk Papua, Indonesia menangis untuk Bangka dan Belitong. Hutan kita dijarah tanpa ampun, kerusakan flora dan fauna yang terus mengancam eksistensi penduduk nusantara. Indonesia menangis untuk Kalimantan, Indonesia menangis untuk Sumatera. Tak ada yang tersisa kecuali kerusakan akibat ketamakan kita. Hanya dengan alasan “secuil devisa” penguasa negeri ini berkomplot dengan pengusaha tengik menggelar “red carpet” untuk menyambut kedatangan para “investor” asing komplotan mereka juga. Mereka mengingkari “kebolehan” anak bangsa negeri ini, menafikan “kepintaran” anak-anak bangsa. Penganut “inferiorisme”. Indonesia menangis anak-anak bangsa.
Kemiskinan di Indonesia telah mencapai angka 14 %, atau sekitar 35 juta sampe 40 juta penduduk negeri ini hidup dibawah garis kemiskinan. Anda tahu batas kemiskinan itu bukan? Gizi buruk, kelaparan, pendidikan terabaikan dan lain-lain. Kemiskinan dan kebodohan adalah ancaman terbesar dan terdekat dari kita. Keduanya begitu tampak nyata dan “menari-nari” di depan mata kita. Lebih nyata dari terorisme dan bencana alam. Agenda terpendek adalah mengentaskan kemiskinan dan kebodohan, jika kita tak mau mati dalam keadaan miskin dan bodoh. Indonesia menangis untuk dirinya.
Bersambung….

4 komentar:

Anonim mengatakan...

Pertanyaannya,setelah kita menangis dan menangisi secara berkelanjutan ikhwal bocornya bahtera nasional Republik ini menuju karam di tengah samudra lepas tak bertepi,so...what's next?

Kita semua mafhum bahwa negeri ini terancam karam jika konsisten mendepresiasi asetnya hingga tiada satupun yg tersisa,selain liabilitas alias kewajiban bayar gaji PNS (13 kali setahun)dan bayar hutang (ORI/SUn,Softloan,etc).

Tapi alangkah lebih elok,jika kita berkenan menguras energi pemikiran kita....mengurai benang kusut kesemrawutan Republik,dan membuka se-banyak2nya opsi alternatif perbaikannya...

Last but not least,postingan ini jadi cermin buat kita semua..betapa indahnya hidup diIndonesia.Karena ada jutaan tantangan hidup yang minta dicarikan solusinya.Setiap anak bangsa memiliki kesempatan yang sama untuk memilih.Mau jadi PATRIOT,PENGIKUT,atau PENCUNDANG...

Go...Go...Go Ahead Oom Boy...!!!!!
Ditunggu postingan seri ke 3 s.d ke 100 nya ya...he..he..he..

Anonim mengatakan...

Boy...
Kayaknya anda memandang Indonesia dengan pesimis. Dan jika ini diteruskan maka akan menjadi watak atau habit. Garis akhir habit itu nasib.
Cara pandang terhadap sesuatu akan terinternalisasi ke dalam pikiran individu2. Bahaya Boy!!!
Indonesia tidak menangis kawan! Indonesia lagi berproses menuju kejayaan bangsa ini diantara bangsa2!

Anonim mengatakan...

tumben sis....

Anonim mengatakan...

Ha...ha...ha...
iya man,..
tumben...
sis
lg
waras....